Mengatasi hama tikus di lahan sawah memang sungguh merepotkan. Sama repotnya dengan upaya pemberantasan tikus berdasi yang menggerogoti uang rakyat.
Itu dikarenakan tikus itu termasuk hewan yang titen (penanda). Ketika ada tikus yang mati karena makan makanan tertentu, maka oleh tikus yang lain yang melihatnya, makanan tersebut akan ditandai sebagai makanan yang berbahaya.
Itu sebabnya hampir mustahil rasanya memberantas tikus sampai tuntas bila memakai umpan racun. Karena yang mati paling hanya beberapa, dan setelahnya umpan itu tak akan ada yang memakannya lagi.
Pakai perangkap juga begitu. Paling hanya beberapa yang kena, dan setelahnya tak akan ada lagi yang masuk perangkap.
Lalu bagusnya bagaimana cara membasminya?
Sudah baca artikel Mengatasi Hama Sundep pada Tanaman Padi? Bila belum, bisa baca di link ini.
Yang sudah baca pasti sudah bisa menebak jawabannya.
Betul. Logika membasmi itu adalah logika orang sombong.
Yang benar adalah, kita sambung kembali rantai makanannya yang terputus.
Lagi-lagi… manusia juga yang salah.
Di alam, tikus itu pasti memiliki predator alaminya.
Burung hantu, ular, elang, dll.
Di antara semua predator tersebut, yang paling efektif adalah ular. Terutama ular tikus (ratsnake / rat snake) (bukan rattle snake lho ya).
Mengapa? Karena ular jenis itu suka mengejar masuk sampai ke dalam sarang tikus.
Sekali menemukan sarang tikus, ia akan masuk dan melahap sekaligus semua tikus yang ada di dalamnya. Badan ular yang memenuhi lubang sarang, akan membuat tikus tak bisa melarikan diri (kecuali bila ada lubang keluar lain) dan hanya bisa menunggu pasrah giliran untuk dimangsa satu persatu.
Setelah menelan semuanya, ular akan berdiam di sarang tersebut selama beberapa waktu hingga seluruh tikus di perutnya selesai tercerna. Lalu setelah itu akan keluar untuk melanjutkan hobi berburunya lagi.
Itu membuat tikus menjadi sangat parno (paranoid) (memiliki rasa takut yang amat sangat) terhadap ular. Sehingga bahkan baru dengar suara desisan ular meski hanya sayup-sayup saja sudah bisa membuat tikus langsung pindah sarang.
Di Indonesia, ada beberapa jenis ular yang masuk ke dalam kategori ular tikus. Ular Jali, Ular Babi, Ular Sapi, Ular Sapi Sunda Kecil, Ular Bajing, Ular Bandotan Macan, Ular Banteng, dll, dll.
Tapi… kemana ular-ular itu sekarang? Mengapa kok sekarang jarang terlihat?
Lagi-lagi… itu adalah akibat dari ulah tangan manusia sendiri.
Apalagi kalau bukan karena pupuk dan pestisida kimia yang manusia gunakan?
Pupuk kimia selain membuat tanah menjadi meningkat keasamannya, meningkat juga salinitasnya (keasinannya). Padahal ular tak tahan berkeliaran di lahan (bersentuhan dengan tanah) yang asin.
Belum lagi pestisida kimia yang digunakan. Selain dapat turut meracuni ular secara (yang terkena) langsung, ular yang memakan tikus/burung yang sedang sekarat karena habis terkena pestisida tentu ular tersebut akan ikut mati juga.
Lalu, apa hubungannya dengan RedShield?
Membuat tikus pindah sarang.
RedShield adalah pupuk hayati. Isinya mikrobia. Gak ada hubungannya secara langsung dengan tikus.
Tapi rupanya, di antara mikrobia yang ada di RedShield, ada yang ketika dia bergerak di lahan nanti dia akan sambil mengeluarkan suara yang mirip desisan ular.
Suaranya sebenarnya pelan saja. Tapi aplikasi RedShield yang berulang kali dan setelah mikrobia tersebut berkembang biak menjadi buuuanyak di seluruh lahan, akan membuat suara desisan tersebut menjadi sayup-sayup terdengar, bahkan oleh telinga manusia. Terutama ketika kita duduk di pematang sawah menjelang shubuh, saat alam sedang hening-heningnya.
Suara desisan lemah tersebut membuat tikus menyangka di seantero lahan tersebut ada banyak sarang ularnya. Dia memang tidak lihat ada ular. Tapi dia jelas tidak mau ambil resiko tinggal/bersarang di area yang banyak sarang ularnya.
Naluri alami tikus untuk mempertahankan diri akan membuat tikus memilih untuk angkat kaki dan pindah sarang. Menjauh.
Ceritanya belum selesai.
Nanti ketika di lahan yang (dia sangka) penuh sarang tikus itu padinya mulai berisi, dan tikus yang lapar itu terpaksa mencari makan kesitu, dia akan makan sambil dihantui oleh rasa was-was. Sambil celingak-celinguk.
Suasana seperti itu akan membuat tikus benar-benar hanya memakan sebatas yang dia butuhkan. Begitu merasa cukup, dia akan segera bergegas pergi.
Ini berbeda dengan perilaku kawanan tikus yang merasa aman. Mereka sanggup tanpa rasa takut menghabiskan satu petak sawah hanya dalam satu malam. Mereka bukan lagi kawanan tikus yang keluar untuk mencari makan, tapi untuk merusak. [YWA]